“Minal ‘Aaidin wal Faaizin” kalimat bid’ah-kah?

Di negeri kita, sudah biasa dan telah menjadi
tradisi yang turun temurun jika Idul Fitri -
Lebaran mengucakan: minal ‘Aadin wal faaizin,
yang artinya kembali (menjadi suci) dan
menjadi pemenang (faaiz). Aslinya adalah
ja’alanallahu wa iyyakum minal ‘aaidin wal
faaizin (semoga Allah menjadikan kami dan
kalian termasuk orang yang kembali suci dan
beruntung). Tapi ketika kalimat ini masuk ke
negeri kita, selalu digandengkan dengan:
mohon maaf lahir dan batin, sehingga tidak
sedikit yang mengira itulah terjemahannya.
Padahal bukan.
Beragam versi telah disampaikan tentang asal
muasal kalimat tersebut, namun yang pasti
kalimat tersebut tidak pernah diucapkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak
dalam Al Quran dan As Sunnah. Tetapi, apakah
serta merta ucapan ini terlarang bahkan
disebut bid’ah dalam agama?
Syariat Memerintahkan berkata-kata yang baik
Secara umum, Islam menganjurkan umatnya
untuk berkata-kata yang baik, di mana pun dan
kapan pun. “Berkata-kata” adalah perbuatan
naluriah manusia sebagaimana mendengar,
melihat, memegang, berjalan, dan lainnya.
Semua ini memiliki kaidah: jika baik maka itu
adalah kebaikan, jika buruk maka itu adalah
keburukan.
Begitu pula kata-kata baik yang berisikan doa
dan tahniah, yang kemudian menjadi kultur
bicara yang menjadi kata idiom atau sapaan
sebagian manusia, maka semuanya adalah hal
yang bagus-bagus saja, walau tidak secara
eksplisit disebutkan dalam nash. Sebagaimana
ucapan sehari-hari orang Arab: barakallahu fiik
……. , hayyakallah ……, dan sebagainya.
Dalam Al Quran, Allah Ta’ala berfirman:
ﻭَﻗُﻮﻟُﻮﺍ ﻟَﻬُﻢْ ﻗَﻮْﻻ ﻣَﻌْﺮُﻭﻓًﺎ
Dan ucapkanlah oleh kalian kepada mereka
perkataan yang baik-baik (ma’ruf). (QS. An Nisa
(4): 5 dan 8)
Dalam hadits, dari Ibnu Abbas Radhiallahu
‘Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
ﻛَﻠِﻤَﺔٌ ﻃَﻴِّﺒَﺔٌ ﻳَﺘَﻜَﻠَّﻢُ ﺑِﻬَﺎ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ
Perkataan baik yang diucapkan oleh seorang
laki-laki adalah sedekah. (HR. Bukhari dalam
Adabul Mufrad No. 422, Ath Thabarani dalam
Al Mu’jam Al Kabir No. 11027, Alauddin Al
Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No.
16309. Syaikh Al Albani menshahihkannya
dalam berbagai kitabnya seperti Shahihul Jami’,
Shahih Adabil Mufrad, Irwa’ul Ghalil, dll)
Maka, mengucapkan kalimat-kalimat yang
mengandung makna kebaikan seperti “minal
‘aaidin …, dan semisalnya ketika dihari raya
adalah boleh berdasarkan keumuman nash-
nash ini.
“Taqabballahu Minna wa Minkum” juga tidak
ada sunahnya!
Telah diriwayatkan dari Al Watsilah, bahwa
beliau berjumpa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dan mengucakan: Taqabballahu minna
wa minka (Semoga Allah menerima amal kami
dan Anda). Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam menjawab: Na’am, Taqabballahu minna
wa minka (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al
Kubra No. 6519, 6520)
Namun sanad riwayat ini dhaif (lemah/tidak
valid), sebagaimana yang dikatakan para imam.
Al Hafizh Ibnu ‘Adi mengatakan –sebagaimana
dikutip Imam Al Baihaqi: “hadits ini
munkar.” (Lihat As Sunan Al Kubra No. 6520)
Imam Ibnul Jauzi mengatakan: tidak shahih. (Al
‘Ilal Al Mutanahiyah, No. 811)
Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani dalam Fathul
Bari (2/446. Darul Fikr) juga menerangkan
kelemahannya, karena dalam sanadnya
terdapat Muhammad bin Ibrahim Asy Syaami
seorang yang dhaif dan dia meriwayatkan
hadits ini secara menyendiri.
Malah ada hadits lain yang melarang ucapan
taqabbalallah mina wa minka yang
diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dari
‘Ubadah bin Ash Shaamit, bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang
ucapan taqabbalallah tersebut, Beliau
menjawab: “Itu adalah perbuatan dua ahli kitab
(Yahudi dan Nasrani).” Tetapi, hadits ini juga
dhaif, seakan maksud dari Imam Al Baihaqi
adalah tak ada satu pun yang shahih tentang
ucapan ini.
Namun, Al Hafizh Ibnu Hajar berkata:
ﻭَﺭَﻭَﻳْﻨَﺎ ﻓِﻲ " ﺍﻟْﻤَﺤﺎﻣِﻠِﻴَّﺎﺕِ " ﺑِﺈِﺳْﻨَﺎﺩٍ ﺣَﺴَﻦٍ
ﻋَﻦْ ﺟُﺒَﻴْﺮِ ﺑْﻦِ ﻧُﻔَﻴْﺮٍ ﻗَﺎﻝَ " ﻛَﺎﻥَ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏُ ﺭَﺳُﻮﻝِ
ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺇِﺫَﺍ ﺍِﻟْﺘَﻘَﻮْﺍ
ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻌِﻴﺪِ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﻟِﺒَﻌْﺾٍ : ﺗَﻘَﺒَّﻞَ
ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻣِﻨَّﺎ ﻭَﻣِﻨْﻚ "
“Kami meriwayatkan dalam kitab Al
Mahamiliyyat, dengan sanad yang hasan (bagus)
, dari Jubeir bin Nufair, katanya: dahulu para
sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
jika mereka berjumpa pada hari raya, satu
sama lain berkata: “taqabbalallahu minna wa
minka.” (Fathul Bari, 2/446. Darul Fikr)
Hal ini juga diriwayatkan oleh Muhammad bin
Ziyad, bahwa beliau bersama Abu Umamah Al
Bahili dan para sahabat nabi lainnya, bahwa
mereka jika satu sama lain berjumpa sepulang
shalat Id, mengucapkan: taqabballahu minna
wa minka. Menurut Imam Ahmad bin Hambal
sanadnya jayyid (bagus/baik). (Imam At
Turkumani, Jauhar An Naqi, 3/320, Syaikh Al
Albani, Tamamul Minnah, hal. 355-356). Imam
As Suyuthi juga menghasankan. (Lihat Al Hawi
Lil Fataawi, 1/117)
Ad-ham –seorang pelayan Umar bin Abdul Aziz
Radhiallahu ‘Anhu- berkata;
ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﻘُﻮﻝُ ﻟِﻌُﻤَﺮَ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻌَﺰِﻳﺰِ ﻓِﻰ
ﺍﻟْﻌِﻴﺪَﻳْﻦِ : ﺗَﻘَﺒَّﻞَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻣِﻨَّﺎ ﻭَﻣِﻨْﻚَ ﻳَﺎ ﺃَﻣِﻴﺮَ
ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻓَﻴَﺮُﺩُّ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﻭَﻻَ ﻳُﻨْﻜِﺮُ ﺫَﻟِﻚَ
ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ.
Dahulu kami berkata kepada Umar bin Abdul
Aziz saat dua hari raya: “Taqabbalallah minna
wa minka wahai amirul mu’minin” lalu dia
menjawabnya kepada kami dan hal itu tidak
diingkari. (As Sunan Al Kubra-nya Imam Al
Baihaqi No. 6521)
Pengarang kitab Ad Durul Mukhtar –madzhab
Hanafi- mengatakan:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺘَّﻬْﻨِﺌَﺔَ ﺑِﺎﻟْﻌِﻴﺪِ ﺑِﻠَﻔْﻆِ " ﻳَﺘَﻘَﺒَّﻞ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﻣِﻨَّﺎ ﻭَﻣِﻨْﻜُﻢْ " ﻻَ ﺗُﻨْﻜَﺮُ
Sesungguhnya ucapan selamat dengan lafaz:
“Yataqabbalullah minna wa minkum”, tidaklah
diingkari. (Al Mausu’ah, 14/99)
Ucapan-ucapan seperti minal aaidin … , ‘iduka
Mubarak …, termasuk yang dikatakan para
sahabat nabi ini, tidaklah serta merta dikatakan
bid’ah (baca: hal baru yang menyesatkan)
hanya karena nabi tidak pernah mengucapkan.
Sebab itu semua mengandung muatan yang
baik yakni doa, dan mencerminkan
perkembangan fenomena sosial yang bersifat
wajar di masing-masing negeri muslim. Telah
menjadi kenyataan, bahwa kalimat yang
beredar di berbagai negeri muslim pun tidak
seragam, di sebagian negeri muslim Timur
Tengah lebih terkenal ucapan: Iduka Mubarak!
(Semoga Hari raya Anda yang penuh berkah).
Juga Kullu ‘Aamin wa antum bi khair (Semoga
Anda dalam keadaan baik sepanjang tahun).
Semua ini tidak mengapa selama tidak
dianggap sebagai ajaran syariat yang baku.
Sebab kalimat ini merupakan doa dan idiom
yang lahir dari tradisi masing-masing negeri.
Jika baik maka baik dan jika buruk maka buruk.
Ditambah lagi tak satu pun ulama yang
mengingkarinya.
Imam An Nawawi dalam kitab Al Khulashah
membuat bab berjudul:
ﺑَﺎﺏ ﻟَﺎ ﺑَﺄْﺱ ﺑﻘﻮﻝ ﺍﻟْﺈِﻧْﺴَﺎﻥ ﻳَﻮْﻡ ﺍﻟْﻌِﻴﺪ
ﻟﻐﻴﺮﻩ : ﺗﻘﺒّﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻨﺎ ﻭﻣﻨﻚ " ، ﻭَﻧَﺤْﻮ ﻫَﺬَﺍ
ﻣﻦ ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀ
Bab: Tidak Apa-Apa dengan Ucapan Manusia
kepada lainnya pada hari raya: “Taqabbalallahu
minna wa minka,” dan ucapan doa lain yang
semisal ini. (Khulashah Al Ahkam fi Muhimmat
As Sunan wa Qawaaid Al Islam, 2/849)
Mari kita menjaga dan menahan lisan, untuk
mencela sesama muslim hanya karena mereka
menggunakan minal aaidin, bukannya
taballallah minna wa minkum, apalagi setelah
diketahui bahwa kedua kalimat ini juga tidak
berasal dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Di sisi lain, lucunya kita diam saja terhadap
orang Islam yang rajin mengucapkan selamat
natal dan tahun baru! Yang jelas-jelas bukan
dari Islam, baik syariat, budaya, dan sejarahnya
…!
Fatwa – Fatwa Ulama
Para ulama Islam juga tidak
mempermasalahkan ucapan selamat dengan
berbagai macam modelnya, selama berisi
kebaikan dan doa.
Imam Malik Rahimahullah
Imam Malik tidak mengingkari berbagai ucapan
selamat ketika hari raya:
ﺃَﻣَّﺎ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻤَﺎﻟِﻜِﻴَّﺔِ ﻓَﻘَﺪْ ﺳُﺌِﻞ ﺍﻹِْﻣَﺎﻡُ ﻣَﺎﻟِﻚٌ ﻋَﻦْ
ﻗَﻮْﻝ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞ ﻷَِﺧِﻴﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻌِﻴﺪِ : ﺗَﻘَﺒَّﻞ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﻣِﻨَّﺎ ﻭَﻣِﻨْﻚَ ﻳُﺮِﻳﺪُ ﺍﻟﺼَّﻮْﻡَ ﻭَﻓِﻌْﻞ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﺍﻟﺼَّﺎﺩِﺭِ
ﻓِﻲ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ، ﻭَﻏَﻔَﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﻟَﻚَ ﻓَﻘَﺎﻝ : ﻣَﺎ
ﺃَﻋْﺮِﻓُﻪُ ﻭَﻻَ ﺃُﻧْﻜِﺮُﻩُ . ﻗَﺎﻝ ﺍﺑْﻦُ ﺣَﺒِﻴﺐٍ : ﻣَﻌْﻨَﺎﻩُ ﻻَ
ﻳَﻌْﺮِﻓُﻪُ ﺳُﻨَّﺔً ﻭَﻻَ ﻳُﻨْﻜِﺮُﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﻳَﻘُﻮﻟُﻪُ ؛
ﻷَِﻧَّﻪُ ﻗَﻮْﻝٌ ﺣَﺴَﻦٌ ﻷَِﻧَّﻪُ ﺩُﻋَﺎﺀٌ
Ada pun kalangan Malikiyah, Imam Malik
pernah ditanya tentang ucapan seseorang
kepada saudaranya pada hari raya:
Taqabbalallahu minna wa minka (semoga Allah
menerima amal kita dan anda), maksudnya
menerima puasa dan amal baik yang dilakukan
pada Ramadhan. Dan ucapan Ghafarallahu lana
wa laka, Beliau menjawab: “Saya tidak
mengetahuinya, tetapi saya tidak
mengingkarinya.” Ibnu Habib berkata:
maknanya adalah dia tidak mengetahui
sunahnya, dan dia tidak mengingkari orang
yang mengucapkannya, karena itu adalah
ucapan yang bagus sebab berisi doa. (Ibid,
14/100)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah
Beliau ditanya sebagai berikut:
ﻫَﻞْ ﺍﻟﺘَّﻬْﻨِﺌَﺔُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻌِﻴﺪِ ﻭَﻣَﺎ ﻳَﺠْﺮِﻱ ﻋَﻠَﻰ
ﺃَﻟْﺴِﻨَﺔِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ : " ﻋِﻴﺪُﻙ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ " ﻭَﻣَﺎ ﺃَﺷْﺒَﻬَﻪُ ,
ﻫَﻞْ ﻟَﻪُ ﺃَﺻْﻞٌ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸَّﺮِﻳﻌَﺔِ , ﺃَﻡْ ﻻ ؟ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻛَﺎﻥَ
ﻟَﻪُ ﺃَﺻْﻞٌ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸَّﺮِﻳﻌَﺔِ , ﻓَﻤَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳُﻘَﺎﻝُ ؟
ﻓﺄﺟﺎﺏ :
"ﺃَﻣَّﺎ ﺍﻟﺘَّﻬْﻨِﺌَﺔُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻌِﻴﺪِ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ
ﻟِﺒَﻌْﺾٍ ﺇﺫَﺍ ﻟَﻘِﻴَﻪُ ﺑَﻌْﺪَ ﺻَﻼﺓِ ﺍﻟْﻌِﻴﺪِ : ﺗَﻘَﺒَّﻞَ
ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻣِﻨَّﺎ ﻭَﻣِﻨْﻜُﻢْ , ﻭَﺃَﺣَﺎﻟَﻪُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻚ , ﻭَﻧَﺤْﻮُ
ﺫَﻟِﻚَ , ﻓَﻬَﺬَﺍ ﻗَﺪْ ﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻦْ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٍ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﺤَﺎﺑَﺔِ
ﺃَﻧَّﻬُﻢْ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳَﻔْﻌَﻠُﻮﻧَﻪُ ﻭَﺭَﺧَّﺺَ ﻓِﻴﻪِ , ﺍﻷَﺋِﻤَّﺔُ ,
ﻛَﺄَﺣْﻤَﺪَ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻩِ . ﻟَﻜِﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺣْﻤَﺪُ : ﺃَﻧَﺎ ﻻ ﺃَﺑْﺘَﺪِﺉُ
ﺃَﺣَﺪًﺍ , ﻓَﺈِﻥْ ﺍﺑْﺘَﺪَﺃَﻧِﻲ ﺃَﺣَﺪٌ ﺃَﺟَﺒْﺘﻪ , ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﻷَﻥَّ
ﺟَﻮَﺍﺏَ ﺍﻟﺘَّﺤِﻴَّﺔِ ﻭَﺍﺟِﺐٌ , ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺍﻻﺑْﺘِﺪَﺍﺀُ ﺑِﺎﻟﺘَّﻬْﻨِﺌَﺔِ
ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﺳُﻨَّﺔً ﻣَﺄْﻣُﻮﺭًﺍ ﺑِﻬَﺎ , ﻭَﻻ ﻫُﻮَ ﺃَﻳْﻀًﺎ ﻣَﺎ
ﻧُﻬِﻲَ ﻋَﻨْﻪُ , ﻓَﻤَﻦْ ﻓَﻌَﻠَﻪُ ﻓَﻠَﻪُ ﻗُﺪْﻭَﺓٌ , ﻭَﻣَﻦْ
ﺗَﺮَﻛَﻪُ ﻓَﻠَﻪُ ﻗُﺪْﻭَﺓٌ . ﻭَﺍَﻟﻠَّﻪُ ﺃَﻋْﻠَﻢُ " ﺍﻫـ .
Apakah ucapan selamat ketika hari raya dan
kalimat yang biasa diucapkan manusia: ‘Iduka
Mubarak, dan yang semisalnya, memiliki dasar
dalam syariat atau tidak? Kalau memang ada
dasarnya seperti apa ucapannya?
Beliau menjawab:
Ada pun ucapan selamat ketika hari raya yang
diucapkan manusia satu sama lain setelah
mereka shalat Id: taqabballahu minna wa
minkum .., wa ahallallahu ‘alaika .., dan yang
semisalnya, maka yang demikian ini telah
diriwayatkan bahwa para sahabat nabi
melakukannya dan mereka memberikan
keringanan atas hal itu, juga para imam,
seperti Imam Ahmad dan lainnya. Tetapi Imam
Ahmad berkata: “Aku tidak memulai
mengucapkannya kepada seorang pun, tapi jika
ada seseorang yang memulainya maka aku akan
menjawabnya.” Ini karena menjawab ucapan
selamat adalah wajib, sedangkan memulai
ucapan selamat bukanlah sunah yang
diperintahkan, dan tidak pula terlarang. Barang
siapa yang melakukannya maka dia memiliki
contoh, dan barang siapa yang tidak
melakukannya maka dia juga memiliki contoh.
Wallahu A’lam. (Al Fatawa Al Kubra, 2/228)
Imam Zakaria Al Anshari Rahimahullah
Beliau mengatakan:
ﻭَﻗَﻮْﻟُﻪُ ﺗَﻘَﺒَّﻞَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻣِﻨَّﺎ ﻭَﻣِﻨْﻚ ﺃَﻱْ ﻭَﻧَﺤْﻮُ ﺫَﻟِﻚَ
ﻣِﻤَّﺎ ﺟَﺮَﺕْ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻌَﺎﺩَﺓُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺘَّﻬْﻨِﺌَﺔِ ﻭَﻣِﻨْﻪُ
ﺍﻟْﻤُﺼَﺎﻓَﺤَﺔُ ﻭَﻳُﺆْﺧَﺬُ ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻟِﻪِ ﻓِﻲ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻌِﻴﺪِ
ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﻟَﺎ ﺗُﻄْﻠَﺐُ ﻓِﻲ ﺃَﻳَّﺎﻡِ ﺍﻟﺘَّﺸْﺮِﻳﻖِ ﻭَﻣَﺎ ﺑَﻌْﺪَ
ﻳَﻮْﻡِ ﻋِﻴﺪِ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻟَﻜِﻦْ ﺟَﺮَﺕْ ﻋَﺎﺩَﺓُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ
ﺑِﺎﻟﺘَّﻬْﻨِﺌَﺔِ ﻓِﻲ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﺄَﻳَّﺎﻡِ ﻭَﻟَﺎ ﻣَﺎﻧِﻊَ ﻣِﻨْﻪُ ﻟِﺄَﻥَّ
ﺍﻟْﻤَﻘْﺼُﻮﺩَ ﻣِﻨْﻪُ ﺍﻟﺘَّﻮَﺩُّﺩُ ﻭَﺇِﻇْﻬَﺎﺭُ ﺍﻟﺴُّﺮُﻭﺭِ ﻭَﻳُﺆْﺧَﺬُ
ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻟِﻪِ ﺃَﻳْﻀًﺎ ﻓِﻲ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻌِﻴﺪِ ﺃَﻥَّ ﻭَﻗْﺖَ
ﺍﻟﺘَّﻬْﻨِﺌَﺔِ ﻳَﺪْﺧُﻞُ ﺑِﺎﻟْﻔَﺠْﺮِ ﻟَﺎ ﺑِﻠَﻴْﻠَﺔِ ﺍﻟْﻌِﻴﺪِ
Ucapannya (taqabbalallahu minna wa minka) -
yaitu- dan ucapan yang semisalnya, yang telah
menjadi adat kebiasaan dalam ucapan selamat,
dan termasuk berjabat tangan, yang biasa
digunakan pada hari raya, ini tidaklah
diperintahkan pada hari-hari tasyriq dan tidak
pula setelah hari Idul Fitri. Tetapi sebagian
manusia terbiasa mengucapkannya pada hari-
hari tesebut dan hal itu tidak ada larangannya,
karena maksudnya adalah untuk
memperlihatkan rasa cinta dan menampakkan
kebahagiaan. Ucapan ini juga diucapkan pada
hari raya, dan waktu ucapan selamat itu adalah
ketika sudah masuk fajar bukan ketika malam
hari rayanya. (Hasyiyah Al Jumal, 6/264.
Mawqi’ Al Islam)
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Rahimahullah
Beliau ditanya:
ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻲ ﺗﻬﻨﺌﺔ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺍﻟﺒﻌﺾ
ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻌﻴﺪ ) ﺗﻘﺒﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻨﺎ ﻭﻣﻨﻜﻢ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ
ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﺔ( ﺃﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺍﻷﻓﻀﻞ ﻳﺎ ﺳﻤﺎﺣﺔ
ﺍﻟﻮﺍﻟﺪ ﺃﻥ ﻳﺪﻋﻮ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﺑﺘﻘﺒﻞ ﺟﻤﻴﻊ
ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ , ﻭﻫﻞ ﻫﻨﺎﻙ ﺩﻋﺎﺀ ﻣﺸﺮﻭﻉ ﻓﻲ ﻣﺜﻞ ﻫﺬﻩ
ﺍﻟﻤﻨﺎﺳﺒﺔ؟
ﺝ: ﻻ ﺣﺮﺝ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ﻷﺧﻴﻪ ﻓﻲ ﻳﻮﻡ
ﺍﻟﻌﻴﺪ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻩ ﺗﻘﺒﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻨﺎ ﻭﻣﻨﻚ ﺃﻋﻤﺎﻟﻨﺎ
ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﺔ , ﻭﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺷﻴﺌﺎ
ﻣﻨﺼﻮﺻﺎ , ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺪﻋﻮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻷﺧﻴﻪ
ﺑﺎﻟﺪﻋﻮﺍﺕ ﺍﻟﻄﻴﺒﺔ ; ﻷﺩﻟﺔ ﻛﺜﻴﺮﺓ ﻭﺭﺩﺕ ﻓﻲ
ﺫﻟﻚ. ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻤﻮﻓﻖ .
Dalam ucapan selamat pada hari raya, manusia
mengucapkan (Taqabballallahu minna wa
minkum al a’maal ash Shaalih), apakah hal ini –
wahai syaikh- bukan termasuk keutamaan
mendoakan manusia agar diterima semua
amalnya? Apakah ada doa khusus yang
disyariatkan pada momen seperti ini?
Jawaban: “Tidak apa-apa seorang muslim
berkata kepada saudaranya pada hari raya dan
selainnya dengan ucapan: Taqabballallahu
minna wa minkum al a’maal ash Shaalih, saya
tidak mengetahui adanya nash sedikit pun
tentang ucapan seperti ini. Sesungguhnya
seorang mu’min mendoakan saudaranya
hanyalah mendoakannya dengan berbagai doa-
doa yang baik, karena dalilnya begitu banyak
tentang hal ini. Wallahu A’lam (Majmu’ Fatawa
Ibni Baaz, 13/25)
Maka, ucapan doa apa pun yang baik-baik
adalah boleh.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
Rahimahullah
Beliau ditanya:
ﻣﺎ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺘﻬﻨﺌﺔ ﺑﺎﻟﻌﻴﺪ ؟ ﻭﻫﻞ ﻟﻬﺎ ﺻﻴﻐﺔ
ﻣﻌﻴﻨﺔ ؟
ﻓﺄﺟﺎﺏ :
"ﺍﻟﺘﻬﻨﺌﺔ ﺑﺎﻟﻌﻴﺪ ﺟﺎﺋﺰﺓ ، ﻭﻟﻴﺲ ﻟﻬﺎ ﺗﻬﻨﺌﺔ
ﻣﺨﺼﻮﺻﺔ ، ﺑﻞ ﻣﺎ ﺍﻋﺘﺎﺩﻩ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻬﻮ ﺟﺎﺋﺰ ﻣﺎ
ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺇﺛﻤﺎً "
Apakah hukum ucapan selamat ketika hari
raya? Apakah ada ucapan khususnya ?
Beliau menjawab:
“Ucapan selamat pada saat hari raya adalah
boleh, dan tidak ada ucapan selamat yang
khusus, bahkan ucapan yang telah menjadi
kebiasaan manusia adalah boleh selama tidak
mengandung dosa.”
Lalu Beliau ditanya lagi:
ﻣﺎ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻤﺼﺎﻓﺤﺔ ، ﻭﺍﻟﻤﻌﺎﻧﻘﺔ ﻭﺍﻟﺘﻬﻨﺌﺔ
ﺑﻌﺪ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻌﻴﺪ ؟
ﻓﺄﺟﺎﺏ :
" ﻫﺬﻩ ﺍﻷﺷﻴﺎﺀ ﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﻬﺎ ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻻ
ﻳﺘﺨﺬﻭﻧﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﺘﻌﺒﺪ ﻭﺍﻟﺘﻘﺮﺏ ﺇﻟﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺘﺨﺬﻭﻧﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ
ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ، ﻭﺍﻹﻛﺮﺍﻡ ﻭﺍﻻﺣﺘﺮﺍﻡ ، ﻭﻣﺎﺩﺍﻣﺖ ﻋﺎﺩﺓ ﻟﻢ
ﻳﺮﺩ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﺑﺎﻟﻨﻬﻲ ﻋﻨﻬﺎ ﻓﺈﻥ ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻴﻬﺎ
ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ"
Apakah hukum berjabat tangan, berangkulan,
dan ucapan selamat ketika hari raya?
Beliau menjawab:
Semuanya tidak apa-apa, karena manusia
melakukannya tidak menjadikannya sebagai
maksud peribadatan dan tidak sebagai sarana
untuk taqarrub ilallah, tetapi mereka
melakukan itu sebagai kebiasaan saja, untuk
memuliakan dan menghormati, dan terus
menerus menjalankan kebiasaan selama tidak
ditentang oleh syariat dengan larangan, maka
pada dasarnya boleh saja. (Majmu’ Fataawa
Ibni Utsaimin, 16/208-210)
Syaikh ‘Athiyah Shaqr Rahimahullah
Beliau berkata:
ﻻ ﻣﺎﻧﻊ ﻣﻦ ﺗﻬﻨﺌﺔ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻟﺒﻌﺾ
ﺑﺎﻟﻤﻨﺎﺳﺒﺎﺕ ﺍﻟﺴﻌﻴﺪﺓ ، ﺑﻞ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ
ﺳﻨﺔ ﻳﺜﺎﺏ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﺇﺫﺍ ﻗﺼﺪ ﺑﺬﻟﻚ
ﺇﺩﺧﺎﻝ ﺍﻟﺴﺮﻭﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﺧﻴﻪ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ، ﻟﻤﺸﺎﺭﻛﺘﻪ
ﻓﺮﺣﺘﻪ ﺑﻬﺬﻩ ﺍﻟﻤﻨﺎﺳﺒﺔ ﺃﻭ ﺍﻟﻨﻌﻤﺔ ﺍﻟﺘﻰ ﺃﻧﻌﻢ
ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻬﺎ ﻋﻠﻴﻪ
Tidak terlarang ucapan selamat manusia kepada
selainnya pada saat momen-momen yang
membahagiakan, bahkan hal itu menjadi
perbuatan yang dianjurkan, dan mendapatkan
pahala bagi orag yang melakukannya jika hal
itu dimaksudkan untuk membuat bahagia
saudaranya yang muslim, supaya dia ikut
merasakan kegembiraannya itu baik pada
sebuah acara atau karena nikmat yang Allah
Ta’ala berikan kepadanya. (Fatawa Al Azhar,
10/418)
Dan masih banyak ulama lainnya.
Wallahu A’lam
Farid Nu'manoi

Diposting oleh Abu Jundi — Sabtu, 10 Agustus 2013

Belum ada komentar untuk "“Minal ‘Aaidin wal Faaizin” kalimat bid’ah-kah?"

Tambahkan komentar anda :

Silakan tulis Komentar anda ...

Arsip Blog

Info Lowongan Kerja Solo Raya 2012