Menjadi Bangsa yang Mau Belajar

Kita yakin bahwa tahun 2011 yang pada Ahad ini merupakan hari kedua adalah
tahun yang insya Allah akan menjadi tahun yang penuh dengan kebaikan dan
keberkahan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.

Kesadaran optimistis yang berorientasi pada masa depan atas dasar
muhasabah tahun-tahun sebelumnya perlu terusmenerus dibangun dan diedukasi
pada masyarakat. Sebab, salah satu ciri utama orang-orang yang beriman
adalah optimistis, tidak pernah putus asa, dan apalagi frustrasi untuk
menghadapi masa depan (walaupun banyak tantangan) dan terutama untuk
menggapai rahmat dan pertolongan dari Allah SWT. Hal ini sejalan dengan
firman-Nya dalam QS Yusuf [12]: 87 “.... Dan jangan kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya, tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan
kaum yang kafir.”

Kita juga menyadari bahwa tahun 2010 yang baru berlalu ada lah tahun yang
penuh dengan berbagai macam kesulitan dan berbagai macam musibah. Tetapi,
yakinlah bahwa di balik kesulitan itu akan ada kemudahan jika disikapi
dengan keimanan, ketakwaan, kerja keras, dan kesungguhan dalam
mempersembahkan yang terbaik untuk kepentingan bersama. Allah SWT
berfirman dalam QS al-Insyirah [94]: 5-6. ”Karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan.”

Prasyarat Utama
Salah satu hal yang sangat penting yang harus kita lakukan bersama dalam
rangka menumbuhkan optimisme tersebut adalah kesediaan untuk selalu
belajar dari pengalaman dan belajar dari berbagai fenomena alam dan sosial
yang terjadi pada tahun-tahun yang lalu, antara lain, sebagai berikut.

Pertama, belajar untuk selalu melihat suatu persoalan tidak hanya dari
kacamata fisik material belaka, tetapi juga selalu berorientasi pada
hikmah dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Belum tentu sesuatu
yang terlihat buruk dan menyakitkan di mata manusia akan berujung pada
keburukan. Atau sebaliknya, belum tentu yang terlihat menyenangkan akan
berujung dengan kebaikan.

Allah SWT berfirman dalam QS al-Baqarah (2): 216 ”.... Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang
kamu tidak mengetahui.”

Musibah Wasior Papua, Mentawai Sumatra Barat, Gunung Merapi Yogyakarta,
Gunung Bromo Jawa Timur dan lain sebagainya, kelihatannya meya kitkan dan
menyedihkan, tetapi ternyata di balik itu melahirkan kesadaran kolektif
dan kebersamaan yang sangat masif yang jika dinilai dengan materi jauh
lebih besar keuntungannya daripada kerugian material dari musibah itu
sendiri. Sikap ini pula yang akan mengantarkan kita pada husnudzan/berbaik
sangka pada Allah SWT bahwa Dia sangat mencintai dan menyayangi kita
dengan teguran-teguran-Nya itu sehingga kita menjadi bangsa yang semakin
bertauhid dan berusaha melaksanakan segala ketentuan-Nya.

Akhirnya, kebahagiaan dan keberuntunganlah yang akan didapatkan. Allah SWT
berfirman dalam QS An-Nuur [24]: 51-52 ”Sesung guhnya jawaban orang-orang
mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul
menghukum di antara mereka ialah ucapan ”Kami mendengar dan kami patuh.”
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.Dan barang siapa yang taat
kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertawakal
kepada-Nya, mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.”

Kedua, belajar untuk mengen dalikan diri agar tidak saling menghujat,
saling memfitnah, dan saling menyalahkan sa tu dengan yang lainnya. Sikap
ini di samping sangat kontraproduktif, juga tidak akan pernah
menyelesaikan masalah. Jika terjadi suatu kesalahan atau pertentangan,
harus saling menasihati, saling mengoreksi dengan cara yang hikmah dan
bijak, dan tidak terkesan membuka aib atau kejelekan pihak yang
dinasihati. Inilah yang disebut dengan tausiyah (tawasau) bil-marhamah
/kasih sayang dan cinta, bil-haqqi / standar kebenaran yang jelas dan
bish-shabri / kesabaran. Hal ini seperti tergambar dalam firman-Nya QS
Al-Ashr [103]: 3 dan QS Al-Balad [90]: 17.

Ketiga, belajar untuk selalu berusaha membangun kebersamaan atau team work
yang kuat dalam menyelesaikan permasalahan apa pun dalam kehidupan ini.
Kita menyadari pula bahwa hal ini merupakan peker jaan yang tidak mudah
karena berbagai kepentingan pribadi dan kelompok yang kadang kala lebih
dominan sehingga mengalahkan kepentingan bersama.

Harus disadari bahwa potensi yang dimiliki bangsa ini sangat besar seperti
potensi SDM dan potensi kekayaan alam. Di negara-negara besar seperti
Amerika Serikat, Jepang dan Inggris, ternyata peranan para cendekiawan
Indonesia sangat besar, strategis, dan menentukan. Mereka sudah terbiasa
dengan kerja kelompok dan team work yang solid yang dibingkai dengan kerja
keras.

Dari sudut agama Islam yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia, kita
punya potensi yang sangat besar, yaitu ekonomi syariah yang di dalamnya
terdapat zakat, infak, sedekah, maupun wakaf. Potensi zakat menurut
penelitian IRTI-IDB adalah 2 persen dari GDP (Rp 5.000 triliun), yaitu Rp
100 triliun setiap tahunnya (data tahun 2009).

Yang menjadi masalah, adakah kesungguhan dan keseriusan dari pemerintah
maupun DPR untuk mendukung upaya penggalian potensi ini melalui regulasi
yang tepat seperti dijadikannya diktum zakat sebagai pengurang pajak
secara langsung.

Keempat, kita harus belajar bahwa sesungguhnya kita bisa menjadi bangsa
yang lebih baik dalam segala bidang jika kita bersungguh-sungguh dan
disiplin dalam mengimplementasikannya. Sepak bola sebagai contoh, yang
selama ini tidak diperhitungkan, ternyata mampu bangkit membuat kejutan
yang signifikan, paling tidak di tingkat Asia Tenggara. Meskipun dalam
pertandingan final yang baru lalu, timnas Indonesia tidak menjadi juara
pertama.

Kita yakin, ke depan, bukan hanya sepak bola yang akan bangkit, melainkan
pula bidang-bidang yang lain asalkan ditangani secara sungguh-sungguh,
profesional, dan amanah. Tentu masih banyak pelajaran lain dari perjalanan
masa lalu bangsa yang bisa dijadikan sebagai pedoman dalam menata dan
memperbaiki masa depan yang lebih cerah dan lebih baik.

Semoga Allah SWT akan menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang penuh
dengan keimanan, ketakwaan dan keberkahan. Sejalan dengan firmanya QS
Al-A’raf [7]: 96 ”Jikalau sekiranya penduduk negerinegeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya.” Wallahu A’lam.
Diposting oleh Abu Jundi — Rabu, 05 Januari 2011

Belum ada komentar untuk "Menjadi Bangsa yang Mau Belajar"

Tambahkan komentar anda :

Silakan tulis Komentar anda ...

Arsip Blog

Info Lowongan Kerja Solo Raya 2012